Di Ultah ke-4, Cristina Lazakar Pertanyakan Proses Hukum Dugaan Penggelapan dan Pemalsuan Sertifikat Tanah di Kejari Atambua

Reporter : Redaksi Editor: Dhoru Vicente
  • Bagikan
Timorline.com

“Surat edaran No. 4 Tahun 2002 menyebutkan, pejabat Pengadilan yang melaksanakan tugas yudicial tidak dapat diperiksa baik sebagai saksi atau tersangka kecuali yang ditentukan oleh UU. Nahhh, surat edaran inilah yang dijadikan dasar oleh Pengadilan untuk menolak pemanggilan tersebut,” tambah Erik.

Menurut Erik, petunjuk demikian bukan petunjuk yang sah dan yang jadi masalah petunjuk itu muncul hanya karena berdasarkan keterangan lisan dari salah satu saksi atau saksi ahli dari BPN Kabupaten Belu yang mengatakan bahwa dasar dia merubah dan memenuhi permohonan dari Shanty Taolin untuk merubah atau membalik nama sertifikat atas nama yang bersangkutan hanya berdasarkan koordinasi lisan antara petugas pertanahan dengan Ketua Panitera Pengadilan Tinggi (PT) Kupang yang dia tidak mampu menyebutkan siapa nama pejabat PT itu.

“Sehingga itu sebenarnya hanya suatu alibi yang menurut saya tidak perlu harus ditelusuri lebih lanjut karena sangat tidak mendasar dan tidak punya bukti nyata. Tapi kenapa oleh Kejaksaan Negeri Atambua dipaksakan untuk tetap diperiksa. Saya tidak tahu beban pembuktian apa yang ingin dibuktikan,” tandas Erik.

Baca Juga :  APPI Malaka Desak Polda NTT segera Umumkan Status Hukum Dugaan Korupsi Rumah Bantuan Seroja Rp57,5 M

Sesuai hasil koordinasi, sebut Erik, pihak Kejaksaan Negeri Atambua menjelaskan kalau selama ini pihak penyidik Polres Belu belum memenuhi petunjuk yang diberikan, sehingga pihak Kejaksaan pun tidak bisa melakukan apapun, tidak bisa masuk ke Tahap P-21. Karena itulah dianjurkan untuk dilakukan gelar perkara dari pihak Reskrim Polres Belu ke pihak Kejaksaan terkait petunjuk-petunjuk yang tidak bisa dipenuhi. Menurutnya, dua petunjuk itu tentu tidak bisa dipenuhi karena bertentangan dengan UU dan surat edaran MA

Karena itu, dirinya berharap Kepala Kejaksaan dapat memberi atensi terhadap perkara tersebut sehingga segera selesai dan kiranya dapat membantu pihaknya sebagai korban yang jelas mengalami kerugian dari perbuatan yang dilakukan Shanty Taolin.

Erik menuturkan, upaya yang dilakukan saat ini adalah pihaknya tetap melakukan koordinasi dengan pihak Reskrim Polres Belu dan Kejaksaan Negeri Atambua. Dalam waktu dekat pihaknya juga akan melayangkan surat ke Kejaksaan Tinggi untuk memberikan perhatian khusus pada perkara ini agar jaksa yang mengawasi jalannya perkara ini sesuai dengan peraturan yang ada karena perkara ini sudah berjalan hampir empat tahun namun belum juga ada kejelasan dan kepastian hukum.

Baca Juga :  Terindikasi Curang dalam Memenangkan Tender Pertamina, PT TSE Diadukan ke KPPU

Dia menambahkan, terduga Santy Taolin sekira 2021 telah ditetapkan sebagai tersangka tapi tidak pernah ada kelanjutan dan di tahun yang sama pun terduga pernah mengajukan praperadilan.

Cristina Lazakar sebagai orangtua mengaku sedih terhadap sikap Shanty Taolin yang merupakan anak kandungnya yang tega melakukan perbuatan seperti itu.

“Ini harta bukan dia punya harta. Jadi, tanah ini kan saya dengan suami punya hasil keringat sendiri,” tandas Cristina singkat.

Dia mengungkapkan niat baik orang tua itu ternyata menuai persoalan yang harus berurusan dengan hukum yang sudah cukup lama berproses tapi belum mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum.

  • Bagikan