Topik : 

Sexynya Rumah Bantuan Seroja!

  • Bagikan
Timorline.com

Masyarakat Malaka sudah sama-sama tahu bahwa yang namanya mendapat proyek yang dibiayai anggaran negara biasanya tidak jauh-jauh amat dari orang-orang yang dekat dengan ”tungku api” kekuasaan. Jadi, mari kita TELANJANG dari pada saling menuduh dan suka ”melempar batu sembunyi tangan!”

RBS sudah disingkapkan sedetail-detailnya sehingga tampak begitu sexy. Masalahnya – dalam benak saya – muncul pertanyaan ini : ”kenapa hanya berani dengan RBS?” Karena aktual dan kontekstual-kah?” Mungkin saja! Namun, ”bagaimana dengan kasus-kasus Malaka lainnya?”. Diabaikan dan dilupakan saja karena sudah terkubur oleh waktu? Rasanya, demi keadilan, wartawan harus juga bersikap adil dan tidak tendensius. Wartawan harus juga menyempatkan waktu untuk menelanjangi kasus-kasus sexy lainnya di Malaka, termasuk kasus-kasus Malaka masa LAMPAU yang tidak kalah sexy-nya terkait penggunaan anggaran negara bagi perwujudan kesejahteraan umum masyarakat Malaka.

Di dalam bayang-bayang Pemekaran Malaka dan di bawah kibaran Bendera Merah-Putih, saya mengajak seluruh pihak : ”MARI KITA TELANJANG!” Mari kita merenungkan kembali sejujurnya CITA-CITA PEMEKARAN, dan MOTIVASI DASAR yang mendorong orang Malaka gigih berjuang memekarkan Malaka menjadi sebuah DOB, serta OPTIMISME yang membakar para PENDEKAR PEMEKARAN untuk jungkir-balik, pontang-panting Malaka–Kupang–Jakarta.

Pandangan sekilas saya mengatakan bahwa dalam menyelenggarakan roda pemerintahan DOB Malaka sejak AWAL hingga KINI, perilaku para pejabat Malaka, baik di DPRD maupun di PEMDA Malaka merefleksikan setidak-tidaknya suatu KEREDUPAN, KETIDAKPEDULIAN dan KETIDAK-SETIAAN bahkan PENGKHIANATAN terhadap motivasi dasar pemekaran dan optimisme perjuangan untuk mekar serta cita-cita pemekaran. Akhirnya motivasi dasar, optimisme awal yang menggebu-gebu untuk memekarkan Malaka, serta cita-cita awal pemekaran, semuanya tampak menjadi ISAPAN JEMPOL belaka.

Pemekaran Malaka yang pada hakikatnya adalah suatu PEMERDEKAAN dan PEMBEBASAN yang membentang bagai sebuah JEMBATAN EMAS untuk menyeberang bagi orang Malaka, guna mengatur nasib dan masa depan daerahnya sendiri, tampak tak ubahnya dengan ”memindahkan BELU ke MALAKA”, tak ada perubahan signifikan, padahal yang namanya ”mekar” itu berarti bertumbuh menjadi besar dan semakin besar, gemuk, cantik-molek menggiurkan mata. Karena itu kita bisa-bisa saja berkata, Belu–Malaka sama dengan ”LEKI NO MAUK”…TIADA BEDA…SAMA SAJA! LEKI NU’U MAUK, MAUK NU’U LEKI”.
Maksud hati menjadikan MALAKA laka tebes, tampil memukau, nyatanya sekarang Malaka tidak beda-beda amat dengan induknya BELU.

Baca Juga :  Kinerja Polri Buruk, TNI Menggebuk!

Kita berjuang keras memekarkan Malaka agar anak-anak Malaka sendiri membangun daerahnya, ternyata sepak-terjang perilaku BELU terbawa ke MALAKA. Ada perlakuan diskriminatif antar pejabat-pejabat Malaka yang nota-bene semuanya ”anak-anak asli Malaka, bahkan anak-anak seketurunan, sesejarah, sekebudayaan”.

Ada semacam “perang-dingin” di mana terselip sikap benci-membenci, like and dislike antar anak-anak Malaka sendiri. Terkesan ada ”TUAN” dan ”HAMBA”….hamba harus extra hati-hati bila menghadap si tuan. Terkesan juga ada KASTA-KASTA dalam empat tingkatan. Hidup seolah tergantung NASIB. Siapa yang dekat dengan TUNGKU API, dia sudah dengan sendirinya mendapat kehangatan. Sebaliknya, siapa yang jauh dari tungku api, dia bisa-bisa merana dan mati perlahan-lahan karena kedinginan.

KITA MESTI TELANJANG untuk melihat secara detail dan jujur bagaimana performance kita di masa LAMPAU, juga masa KINI, tidak hanya terkait dengan hal-hal seputar perlakuan antar sesama anak Malaka dalam soal kerja-kerja administratif kepemerintahan, tetapi juga LEBIH-LEBIH terkait penggunaan anggaran negara yang dikucurkan dari Pusat, entah berupa DAU atau DAK, untuk semakin cepat mewujudkan kemandirian DOB Malaka, dan kesejahteraan bagi rakyat Malaka, sehingga LEKI no MAUK sungguh-sungguh BEDA, tidak sama saja.

Baca Juga :  Papua Bukan Timor Leste

JEMBATAN EMAS yang terbentang oleh PEMEKARAN benar-benar dimanfaatkan untuk menyeberang guna mewujudkan Malaka yang tahap bertahap MANDIRI dan MAJU, bukan menjadi sarana untuk mencari KUASA dan HARTA bagi diri sendiri buat masa depan anak-cucu tujuh turunan agar mereka jauh dari susah dan derita kehidupan.

Dalam konteks ini, para wartawan jangan hanya bersibuk ria dengan RBS – mentang-mentang dekat PEMILU dan PILKADA. Bila hanya bersibuk ria dengan RBS, terkesan kuat fenomena ”politisasi RBS” untuk mencari panggung politik buat PEMILU 2024 dan PILKADA 2024.

Terkait PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945 yang juga hakikatnya adalah suatu PEMERDEKAAN dan PEMBEBASAN dari penjajah, harus juga dikatakan sebagai sama nasibnya. Dalam arti, ketidaksetiaan terhadap cita-cita pemekaran Malaka sekaligus juga mengandung makna ketidaksetiaan terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan 78 tahun lalu itu, karena Malaka adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita seolah lalai bahkan lupa bahwa otonomi Malaka adalah suatu ”otonomi yang diberi” dalam kerangka memperpendek rantai upaya mewujudkan kesejahteraan umum bagi rakyat dengan membangun NKRI dari Malaka, bahkan dari 127 Desa yang ada di seantero Malaka. Dan suatu ”otonomi yang diberi” harus dapat dipertanggungjawabkan kepada yang memberi otonomi, yaitu Pemerintah Pusat.

Mari kita melakukan bukan saja OPNAME tetapi lebih-lebih DIAGNOSA ULANG BERULANG secara ”telanjang” terhadap setiap detail perilaku kita terkait PEMANFAATAN ANGGARAN NEGARA untuk melaksanakan berbagai program pembangunan Malaka. Kita mau melihat DEBU APA yang masih melekati dan menodai tubuh DOB Malaka dan DI MANA persis debu itu melekat?

  • Bagikan