Kinerja Polri Buruk, TNI Menggebuk!

Reporter : Redaksi Editor: Redaksi
  • Bagikan
Timorline.com

Oleh: Wilson Lalengke, Ketua Umum PPWI

KEPERCAYAAN publik terhadap Polri dan aparat hukum lainnya sangat buruk. Turunnya TNI membenahi para pemotor bermental begal di Boyolali dan tempat lainnya adalah antitesa terhadap kebobrokan mental para kolega sambo di institusi bermerek wereng coklat itu. Fenomena tersebut merupakan salah satu wujud ketidakpercayaan rakyat terhadap penegakkan hukum di negara ini.

Masyarakat semestinya tidak perlu pura-pura buta bahwa institusi baju coklat kebanggaan media kompas itu sudah sedemikian parahnya. Rakyat jangan mudah tergiring dengan propaganda ‘demokrasi terancam’, ‘supremasi sipil tersandra’, ‘orde baru come-back’, dan berbagai diksi yang digaungkan beberapa komprador bermental parsial bin culas yang bermunculan pasca kasus tentara hajar preman-preman bermental kardus beberapa hari lalu.

Negara demokrasi yang dikendalikan para mafia hukum berbaju KUHP yang masif bertebaran di tubuh lembaga-lembaga hukum tak ubanya merupakan negara barbar. Aparat polisi bermental sambo, bandar narkoba, mafia tambang, jaringan penjaja 303, pungutan liar untuk setoran ke atasan, praktek KKN, dan perilaku buruk lainnya berserakan dimana-mana, melintas pangkat dan jabatan, melintas wilayah, melintas generasi, di institusi itu.

Baca Juga :  Dana BUMN Rp4,6 Miliar seharusnya bisa Sertifikasi 4.200 Wartawan

Banyak yang heran melihat beberapa orang mengaku pakar yang berkomentar dengan tajuk ‘TNI urus knalpot’ akhir-akhir ini. Yang benar itu adalah ada Warga Negara Indonesia yang waras dan peduli keresahan publik, yang kebetulan berbaju tentara, turun gunung membenahi mentalitas warga yang brengsek bermoral bejat. Kenapa mereka turun gunung? Yaa, karena aparat hukum sibuk mengurusi bisnis ilegal-nya masing-masing.

Kita selalu akan ditersangkakan dengan pasal karet ‘menuduh, memfitnah, mencemarkan nama baik’, dan semacamnya. Katanya, harus ‘pakai kata diduga’. Ada lagi yang mengatakan jangan generalisir, harus ‘pakai kata oknum’, dan berbagai frasa mulia lainnya. Tapi ketika kita tanya berapa banyak polisi baik yang tersisa dari 450-ribuan anggota Polri yang ada di negara ini? Ada berapa jaksa baik yang tersisa di Kejaksaan? Ada berapa banyak hakim yang masih bisa dipercaya bijaksana dan adil di pengadilan-pengadilan kita? Ada berapa banyak penasehat hukum, pakar, ahli, dan advokat bermental baik di negara ini? Masih adakah orang benar di KPK sana, di Kemenkumham, di Ombudsman, dan lembaga-lembaga yang dibiayai negara ini? Semua pertanyaan itu tak berjawab. Jika pun masih ada yang baik-baik, hampir bisa dipastikan hanya karena mereka belum punya kesempatan dan akses untuk terlibat dalam praktek buruk yang merebak di kalangan institusi mereka.

  • Bagikan