Menurut Petrus, Partai Gerindra seharusnya tahu bahwa putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, itu ibarat bayi yang lahir mati. Sebab, pada saat amarnya diucapkan Anwar Usman maka saat itu juga putusan MK dimaksud langsung berstatus sebagai putusan yang tidak sah karena melanggar norma Pasal 17 ayat 5 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Secara norma, hanya ada dua alasan yang membuat Putusan MK kehilangan sifat final and binding”, sebut Petrus.
Adapun dua alasan yang dimaksud Petrus, yakni:
Pertama, jika Ketua Majelis Hakim Konstitusi tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 ayat (5) UU No. 24 Tahun 2003, yaitu Putusan MK diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dan Pasal 28 ayat (6), tentang MK, yang menyatakan, “tidak terpenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) berakibat putusan MK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kedua, jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (5) maka sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman maka putusan Hakim Konstitusi dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.