Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024

Reporter : Redaksi Editor: Cyriakus Kiik
  • Bagikan
Timorline.com

3. Oleh Perpres 32 tahun 2024, jurnalistik dijadikan komoditi atau materi jualan alias bahan baku entitas bisnis, yang secara teori memegang prinsip ekonomi ‘dengan modal sekecil-kecilnya meraup untung sebesar-besarnya’. Hasilnya sudah pasti isi dunia Pers Indonesia adalah jurnalisme transaksional. Presiden lupa bahwa Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyatakan bahwa “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”;

4. Pasal 5 huruf (a) Perpres ini, tentang tidak memfasilitasi penyebaran konten berita yang tidak sesuai UU mengenai Pers, jelas tidak sejalan, jika terlalu ekstrim untuk mengatakan bertentangan, dengan Pasal 28F UUD 1945, TAP MPR No. 17 tahun 1998 tentang HAM, dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, dan UU Nomor 40 tentang Pers, plus UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Seperti halnya UU ITE yang telah banyak melahirkan korban kriminalisasi, Pasal 5 huruf (a) tersebut dapat dikategorikan sebagai pasal karet super elastis yang siap menerkam siapa saja;

5. Perpres 32 tahun 2024 jelas-jelas mencederai Hak Konstitusi Warga Negara, dalam kaitannya dengan hak-hak yang tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945 dan UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP. Terutama bagi masyarakat pers, Perpres 32 tahun 2024 itu jelas bertentangan dengan Pasal 1 ayat (8) dan ayat (9), serta Pasal 4 ayat (1), (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Presiden Joko Widodo sebagai penanggungjawab terbitnya Perpres dimaksud terbuka kemungkinan untuk dilaporkan ke aparat berwajib dengan dugaan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 yang ancaman hukumannya 2 tahun kurungan dan denda Rp500 juta;

Baca Juga :  Putusan MKMK Bisa Dijadikan Amunisi Politik DPR RI Impeachment Presiden Jokowi

6. Semestinya, sebelum Pemerintah ikut cawe-cawe menjadi herder Dewan Pers, perlu sekali dan mendesak untuk dilakukannya revisi atau penyempurnaan UU Nomor 40 tahun 1999, terkait dengan Pasal 15 yang menjadi dasar pembentukan Dewan Pers agar tidak menimbulkan kerancuan peraturan dan ketatanegaraan. Ketidak-jelasan jenis kelamin dan proses melahirkan Dewan Pers yang sejalan dengan kehendak fundamental UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang notabene mengusung kemerdekaan pers dan perlindungan pekerja pers ini mestinya menjadi fokus Pemerintah dan DPR membenahinya;

7. Perpres 32 tahun 2024, baik secara tersirat maupun tersurat dalam beberapa pasalnya, terang-terangan membatasi gerak kreatif para pekerja media. Perpres ini juga membuat garis pemisah alias diskriminasi antarwarga negara yang beraktivitas di dunia jurnalisme dan publikasi media massa yang menggunakan platform digital;

  • Bagikan