Oleh: Wilson Lalengke
PEMERINTAHAN Joko Widodo baru saja menerbitkan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.
Setelah membaca dan mencermati isi Perpres No. 32 tahun 2024 yang diterbitkan pada 20 Pebruari 2024, yang akan diberlakukan 6 bulan ke depan; sepanjang frasa ‘platform digital’ dimaknai sebagai segala bentuk media massa berbasis digital dan internet, seperti media-media online, termasuk media audio visual yang menggunakan media sosial sebagai backbone-nya, berikut tanggapan dan catatan saya.
1. Pada poin konsideran Perpres 32 tahun 2024, dasar pertimbangan hukum dan rujukan perundangan sangat lemah dan kabur. Presiden Jokowi membuat peraturan hanya berdasarkan kewenangannya sebagai Presiden, Pasal 4 ayat (1) UUD, yang terkesan Presiden bertindak sewenang-wenang, mentang-mentang diberi kewenangan;
2. Dewan Pers ditunjuk sebagai regulator. Ini merupakan sesuatu yang anomali terhadap keterangan presiden di Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Kedudukan Dewan Pers. Secara legal formal, Dewan Pers itu sesungguhnya sebuah lembaga yang tidak jelas, dia bukan lembaga negara, bukan lembaga sosial, bukan ormas, bukan lembaga bisnis, bukan regulator, serta kedudukan dan pembentukannya tidak jelas. Hal ini merujuk kepada keterangan praktisi hukum senior, Dolfie Rompas, SSos, SH, MH;
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.