Oleh: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat PEREKAT Nusantara
RAKYAT Indonesia sedang prihatin dan cemas terhadap tiga lembaga negara, yakni Presiden, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemihan Umum (KPU). Kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945. Kini, pimpinannya diduga terlibat dalam konspirasi dengan supra struktur politik istana dalam politik praktis.
Padahal, baik MK maupun KPU RI merupakan lembaga negara yang kemandirian dan independensinya dijamin oleh UUD 45, seharusnya tidak diintervensi secara melawan hukum oleh siapapun juga, terlebih-lebih oleh supra struktur politik demi politik praktis lewat nepotisme.
Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) No.2/MKMK/L/ARLTP/10/ 2023, tgl.7/11/2023, serta merta mendelegitimasi Putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, tgl.16/10/ 2023 ditandai dengan diberhentikan Anwar Usman (ipar Presiden Jokowi) dari jabatan Ketua MK, karena terbukti melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Oleh karena itu, dalam menetapkan Paslon, KPU dituntut menempatkan Putusan MKMK, sebagai landasan Hukum dan Etik, terlebih-lebih karena MKMK berhasil membongkar konspirasi politik di supra struktur politik (Istana) melalui jejaring Nepotisme di MK, satu dan lain karena menjadikan MK sebagai instrumen politik.
MEMBONGKAR KONSPIRASI
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.