Kemanusiaan untuk Sakit Berat….

Reporter : Redaksi Editor: Cyriakus Kiik
  • Bagikan
Timorline.com

Ketika sinyal bagus Pieter tak putus menebar informasi melalui fb dan grup wa. Tentu saja informasi-informasi itu, terbaca oleh teman-teman seprofesi di berbagai belahan tanah air, termasuk di Labuanbajo, Manggara Barat (Mangbar), NTT.

Puluhan jam kemudian, Senin pagi (18/9/23), setengah berteriak di telepon genggam Pieter berkabar, “Kami sudah tiba, ini di dermaga Wae Kelambu, Bang. Mekas Hila tampak sehat dan gembira. Seorang marinir turut meperlancar kami turun kapal.”

Plus untuk Medsos

TIBA di Wae Rabo, mereka singgah dulu di rumah Drs. P.P. Salamin, M.Soc, seorang famili Pieter. Pak Salamin (73) pulang kampung sejak ia pensiun sebagai dosen di FE Unika Atmaja, Jakarta. Rumahnya di Jalan Alo Tani, Labuanbajo.

Rupanya informasi tentang kondisi dan perjalanan Hila, telah lebih dahulu menyebar. Termasuk dibaca oleh rekan-rekan jurnalis di Mangbar. Di rumah Pak Salamin, tak lama kemudian datang Kepala Dinas Kesehatan Mangbar, dr. P. Mami beserta perawat. Menyusul kemudian, tiba pula rekan-rekan jurnalis setempat. “Ini berkat hubungan baik adik-adik jurnalis dengan Dinas Kesehatan di sini,” kata Pieter.

Di sini Hila mendapat pelayanan rumah (home service) cuma-cuma dari rumah sakit yang kebetulan letaknya tak jauh dari rumah Pak Salamin. Dua hari bertutur-turut perawat datang memeriksa Kesehatan Hila. Setelah pelayaran jauh selama 32 jam, Hila diminta istirahat dulu dua hari di situ.

Baca Juga :  Petani Taaba di Malaka mulai Panen Jagung

Sebetulnya, dari Borong, ibu kota Mangbar, kampung halaman Hila tidak jauh. Tetapi, untuk menjangkaunya butuh waktu 3 – 5 jam. Kampung halamannya, Mesi, di pelosok Desa Rana Kolong, Kecamatan Kota Komba.

Selain mendaki ke ketinggian sekitar 1.800 di atas permukaan laut (dpl), menuju ke Mesi juga harus menempuh jalan rusak berat. Di atas mobil bak terbuka yang melaju terseok-seok sangat lambat, penumpang terbanting ke kanan ke kiri. Hila, tentu saja, ditempatkan di kabin.

Perjalanan cuma bisa ditempuh dengan mobil bak terbuka yang harus diisi pemberat, agar bisa terus bergerak menanjak. Juga, kendaraan sejenis itu baru bisa didapat di kampung Pieter, di Watugong di jalan utama Transflores. Jauh sebelum Mesi.

Hilarius Japi, penderita stroke berat itu, kini sudah di kampung halamannya. Ia sehari-hari dirawat langsung oleh kakak laki-laki tertua, adik-adik kandungnya, serta keponakan-keponakannya.

Jaminan

TAK semua penderita stroke berat seberuntung Hila. Dalam kesendiriannya di Jakarta, teman-teman mendadak jadi saudara. Sudah tiba waktunya, tampaknya, Pemerintah melibatkan rumah-rumah ibadah semua agama yang terserak bejibun di tanah air. Tujuannya, menghidupkan silaturahim agar kedermawanan nan ikhlas melihat sesama secara “lintas Indonesia”, menjadi kebiasaan dan secara produktif terlembagakan.

Baca Juga :  Wartawan Dilarang Meliput Pembangunan RS Pratama Malaka

Dengan demikian, kedermawanan tak cuma muncul “kagetan” di kala sesama sakit berat atau meninggal dunia. Sebab, Kesusahan itu bermacam-macam dan terjadi tak kenal waktu. Termasuk, misalnya, untuk makan sehari-hari saja susah atau ketika tiba tahun ajaran baru, kesulitan uang untuk membiayai kelanjutan pendidikan anak.

Terkait Hila, seberapa banyak jurnalis yang senasib dengannya di tanah air? Tentu, memerlukan perhatian lembaga tempatnya bekerja, organisasi profesinya, dan Dewan Pers (DP). Hal ini berkait erat dengan media yang bukan saja sebagai industri, tapi media yang punya fungsi sosial besar. Untuk itu perlu memasukkan, antara lain jaminan kesehatan dalam kewajiban mensejahterakan awak media. Setidaknya, dlam batas-batas yang terjangkau.

Sebab, selain persoalan gaya hidup seseorang (baca: jurnalis), jaminan dari pemerintah sebatas (paket) rawat jalan atau rawat inap. Selebihnya, biaya-biaya lain menjadi tanggung jawab si sakit atau keluarga. Di sinilah peran keluarga dekat, fungsinya tidak kecil, baik dalam pendekatan materi maupun moril.

Profesi bukan cuma jurnalis. Sakit berat bisa menyerang siapa saja. Perlu rawatan yang berhati secara intens dan berlanjut. Masih banyak “Hila Hila yang lain”! ***

  • Bagikan