Surat Terbuka Gembala Socratez Yoman: TNI Harus Belajar Sejarah

Reporter : Redaksi Editor: Cyriakus Kiik
  • Bagikan
Timorline.com

Saudara Pangdam, perilaku ABRI (kini TNI) yang paling kejam, brutal, barbar, rasis, fasis dan tidak mengenal rasa keadilan dan kemanusiaan itu dimulai sejak 19 Desember 1961, 1 Mei 1963 dan lebih terang terbukti dalam perampokan hak politik kami POAP pada Pepera 1969. Watak kejam militer itu belum pernah berubah tetapi kekejaman itu semakin menggurita dan berlanjut sampai hari ini.

Saudara Pangdam, kami bukan tidak mengerti proses politik Papua Barat dimasukkan secara paksa dengan moncong senjata ke dalam wilayah Indonesia. Kami sangat paham, mengerti, tahu dan sadar proses penggabungan Papua Barat ke dalam wilayah Indonesia penuh sandiwara dan konspirasi politik global dan keterlibatan militer secara langsung yang membuat POAP sangat menderita sampai sekarang.

Hak dasar politik kami rakyat dan bangsa Papua dirampok atau dihancurkan dengan moncong senjata oleh ABRI (sekarang TNI) dalam pelaksanaan Pepera 1969 yang dimulai di Merauke 14 Juli sampai terakhir di Jayapura pada 2 Agustus 1969.

Saudara Pangdam, saya sampaikan beberapa fakta kecil tentang kekejaman militer Indonesia yang menciptakan penderitaan panjang Penduduk Orang Asli Papua di atas Tanah Leluhur kami sendiri.

Kekejaman dan kejahatan TNI sebagian kecil yang tulis dalam surat ini sebagai berikut:

(1) Terlihat dalam dokumen militer Surat Telegram Resmi Kol. Inf. Soepomo, Komando Daerah Militer XVII Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radiogram MEN/PANGAD No: TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, Perihal: menghadapi referendum di IRBA tahun 1969: Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun yang B/P-kan baik dari Angkatan Darat maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman, referendum di IRBA tahun 1969 HARUS DIMENANGKAN, HARUS DIMENANGKAN. Bahan-bahan strategis vital yang ada harus diamankan. Memperkecil kekalahan pasukan kita dengan mengurangi pos-pos yang statis. Surat ini sebagai perintah OPS untuk dilaksanakan. Masing-masing koordinasi sebaik-baiknya. Pangdam 17/PANG OPSADAR.

Baca Juga :  Walikota Iiyama-shi Terima Plakat Penghargaan PPWI

(2) Adapun surat rahasia dari Komando Militer Wilayah XVII Tjenderawasih, Kolonel Infantri Soemarto-NRP.16716, kepada Komando Militer Resort-172 Merauke tanggal 8 Mei 1969, Nomor: R-24/1969, Status Surat Rahasia, Perihal: Pengamanan Pepera di Merauke. Inti dari isi surat rahasia tersebut adalah sebagai berikut: “Kami harus yakin untuk kemenangan mutlak referendum ini, melaksanakan dengan dua metode biasa dan tidak biasa. Oleh karena itu, saya percaya sebagai Ketua Dewan Musyawarah Daerah dan Muspida akan menyatukan pemahaman dengan tujuan kita untuk menggabungkan Papua dengan Republik Indonesia.” (Dutch National Newspaper, NRC Handelsbald, March 4, 2000).

(3) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Jenderal Amir Machmud pada 14 Juli 1969 di Merauke di hadapan DMP menyampaikan janji-janji OMONG KOSONG sebagai berikut:

“… Pemerintah Indonesia, berkeinginan dan mampu melindungi untuk kesejahteraan rakyat Irian Barat; oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, tetap tinggal dengan Republik Indonesia, …” (Sumber: UN Report A/7723, Corr.1, Annex 1, p.195, GA item 98, p.28, p.42, 19 November 1969).

(4) Jenderal Ali Murtopo mengancam, menteror dan intimidasi kepada peserta DMP (Dewan Musyawarah Pepera di Jayapura pada 2 Agustus 1969, sebagai berikut:

“Jika Anda ingin merdeka, sebaiknya Anda bertanya kepada Tuhan apakah Dia berbaik hati untuk membangun sebuah pulau di tengah Samudera Pasifik agar Anda bisa bermigrasi ke sana. Anda juga bisa menulis kepada orang Amerika. Mereka telah menyiapkan makanan di Bulan, mungkin mereka bersedia menyediakan tempat bagi Anda di sana. Siapa di antara kalian yang berpikir untuk memilih menentang Indonesia harus berpikir ulang, karena jika kalian melakukannya, kemarahan rakyat Indonesia akan tertuju pada kalian. Lidahmu yang terkutuk akan dipotong dan mulutmu yang jahat akan dibelah. Lalu, saya Jenderal Ali Murtopo, akan turun tangan dan menembak Anda di tempat.” (Sumber: Kesaksian Pdt. Origines Hokojoku dalam buku: Maire Leadbeater, SEE NO EVIL: New Zealand’s Betrayal of the people of West Papua: 2018: 154).

Baca Juga :  Oposisi Ganjar-Mahfud Disambut Resistensi Prabowo

(5) Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan dalam bukunya berjudul: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, mengakui: “seandainya kami (TNI) tidak melakukan operasi-operasi Tempur, Teritorial dan Wibawa sebelum dan paska pelaksanaan PEPERA dari Tahun 1965-1969, maka saya yakin PEPERA 1969 di Irian Barat dapat dimenangkan oleh kelompok Pro Papua Merdeka.”

(6) Ada ancaman, teror, dan intimidasi terbuka disampaikan oleh DANREM 172/PWY Kol. Kav. Burhanudin Siagian terlihat dalam media lokal Cenderawasih Pos, 12 Mei 2007 sebagai berikut:

“Pengkhianat Negara harus ditumpas. Jika saya temukan ada oknum-oknum orang yang sudah menikmati fasilitas negara, tetap masih saja mengkhianati bangsa, maka terus-terang, saya akan tumpas. Tidak usah demonstrasi-demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang tidak berguna. Jangan lagi ungkit-ungkit sejarah Pepera 1969 masa lalu.” (Sumber: Socratez Yoman: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: 2007:346, ed.1).

  • Bagikan