Dirno menilai tuntutan JPU sangat subjektif, karena hanya memakai keterangan saksi korban yang berdiri sendiri dan saling bertentangan di antara keterangannya sendiri. Sedangkan pada sisi lain, saksi yang dihadirkan di dalam persidangan hanya sebatas saksi mendengar atau testimonium de auditu, yang juga saling bertentangan dengan keterangan saksi korban.
“Di sini dapat kami simpulkan bahwa tuntutan JPU adalah Obscuur Libel atau kabur dan tidak jelas dan tidak dapat dibuktikan, karena sangat subjektif,” tegasnya.
Dirno menegaskan, tuntutan JPU cacat formil karena dalam uraian peristiwa pidana penganiayaan sebagaimana dalam surat dakwaan kedua dan tuntutan JPU pidana a quo terkait alat bukti berupa sehelai baju kaos kuning dengan bercak darah menjadi tidak sah dan tidak benar. Karena dalam fakta persidangan, seharusnya barang bukti pakaian yang dipakai korban pada saat terjadi dugaan tindak pidana pengeroyokan/penganiayaan seharusnya adalah berupa jaket.
Dirno mengatakan, Nota Pembelaan Terakhir (Pleidoi) terhadap terdakwa Nikodemus Manao sebagai landasan yuridis yang telah diatur dalam ketentuan pasal 182 ayat(1) huruf B KUHP secara terperinci dan jelas.
“Pembelaan ini dilandasi sebuah harapan agar majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara a quo dengan bijak dan penuh kearifan serta sentiasa penuh dengan rasa keadilan, menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan berdasarkan azas hukum,” demikian Dirno. ***
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.