Kritik di balik pernyataan ”Rakyat Malaka tidak makan PIALA”, yang sama artinya dengan ”Rakyat Indonesia tidak makan JALAN TOL” mencerminkan kedangkalan berpikir orang-orang itu tentang ”Siapa itu Manusia?”. Ungkapan kritik itu mengekspresikan pemahaman tentang manusia yang hanya terdiri dari ”badan” saja.
Manusia tidak hanya BADAN. Manusia juga tidak hanya JIWA-ROHANI. Kata para ahli, ”manusia itu jiwa yang membadan – badan yang menjiwa”. Artinya, badan bukan sesuatu yang dilekati oleh jiwa, dan jiwa bukan ’sesuatu’ yang tertempel pada badan manusia agar manusia menjadi makhluk hidup, yang bisa berpikir, merasa, bekerja dan beraktivitas.
PIALA sebagai bentuk penghargaan atau apresiasi menjadi ”asupan gizi bagi jiwa”, yang mengobarkan semangat juang untuk bekerja lebih aktif dalam membangun Kabupaten Malaka. Dengan bekerja lebih militan, dan dengan ethos kerja yang tinggi, disertai integritas pribadi yang terpuji, dalam membangun Malaka dengan PROGRAM SAKTI, rakyat Malaka berkemungkinan besar akan menikmati KESEJAHTERAAN di tahun-tahun yang akan datang.
Rakyat Malaka, terutama generasi muda, akan ”sehat—bugar badannya, pintar—cerdas otaknya, tebal dompetnya dengan Sudirman, dan aman-nyaman hidupnya”.
IMBAUAN PENUTUP
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.